Berperang
karena Allah SWT Semata
|
Add caption |
Judul
Novel : Khalid
bin Walid : Pedang Allah yang Terhunus
Pengarang :
Abdul Latip Talib
Penerbit :
PTS Fortuna
Tahun terbit, cetakan ke : Juli 2008, Cetakan ke I
Tebal buku, ukuran buku : 419 halaman, 20 cm x 13 cm
Mahasuci Allah atas semua limpahan
karunia-nya, Mahabesar Allah dengan segala firman-nya. Allah telah menurunkan
Islam sebagai petunjuk hidup, penerang kehidupan, sekaligus jalan keselamatan
bagi hamba-hamba-nya. Perkembangan zaman sekarang telah mengubah pola perilaku
dan pikiran anak-anak muda, yang dahulunya taat dalam beribadah dan selalu
berbuat hal yang terpuji. Namun, sekarang sepertinya dunia sudah terbalik,
sudah sangat sulit sekali menemukan orang-orang
yang taat dan patuh terhadap agamanya dan aturan hidupnya. Sebuah novel
berjudul Khalid bin Walid : Pedang Allah
yang Terhunus nampaknya cocok untuk bacaan dan pelajaran bagi kita.
Cerita novel ini mengisahkan
tentang seorang panglima tentara Islam yang paling ulung, yaitu Khalid bin
Walid. Khalid bin Walid mendapat gelar Saifullah
berarti pedang Allah yang dilantik oleh Nabi Muhammad saw. Khalid sudah
mengikuti 50 peperangan dan memperoleh kemenangan dalam semua peperangan itu.
Panglima Khalid bin Walid meninggal dunia pada umur 58 tahun, 21 hijrah.
Awalnya, Khalid bin Walid merupakan
ketua pemimpin pasukan berkuda Quraisy. Bapak Khalid, yaitu Walid adalah orang
yang kaya dan memiliki sifat pemurah hati (Adil
Wahid), orang paling murah hati nomor satu. Ibunya bernama Lubabah
Al-Sughra. Lubabah adalah anak perempuan Haris, pemimpin Quraisy yang
dihormati.
Sejak kecil, Khalid sudah dilatih
menjadi pahlawan. Dia pandai menunggang kuda dan menggunakan senjata. Nah, Khalaid pun menjadi pemimpin
pasukan berkuda Quraisy dalam perang Uhud dan
apa yang terjadi? Khalid dan pasukannya dapat mengalahkan tentara Islam.
Pada suatu hari, ayah Khalid, yaitu
Walid masuk ke Masjidil Haram. Ketiaka itu, Nabi Muhammad saw sedang membaca
Al-Qur’an. Walid mendengar apa yang dibacannya, kemudian Walid keluar dari Masjidil
Haram dan mengagumi bacaan yang dibaca oleh Nabi Muhammad saw. Peristiwa itu
membuat Khalid terkesan. Khalid pun memeluk Islam sebagai agamanya.
Apa yang terjadi
setelah dia mengakui Islam sebagai agamanya? Ternyata pengakuan itu sangat
tidak disetujui oleh semua orang Quraisy. Abu Lahab, seorang pemimpin Quraisy
yang paling kuat menentang Nabi Muhammad Saw. Sehingga Allah mencelanya melalui
surah Al-Lahab dalam Al-Qur’an, berteriak kepada Khalid bin Walid, “Apa yang
saudara dapat jika menjadi pengikut Muhammad? Saudara telah terkena sihir
Muhammad. Biar saya cariakan dukun yang handal untuk mengobati saudara!”
“Saya sudah lama
yakin dengan apa yang dibacakan oleh Muhammad dan kebenaran agama yang
dibawanya. Namun, kebenaran itu ditutup oleh hawa nafsu, harta, dan pangkat
yang ada pada diri saya. Mulai hariini, saya akan melawan hawa nafsu saya itu.
Saya rela kehilangan harta dan pangkat demi mencari kebenaran,” balas Khalid
bin Walid.
Banyak orang
yang ingin menghalanginya pada saat dia mau pergi ke Madinah, tetapi setelah
dia berkata dan mengancam, semua warga daim membisu, mereka semua bukan
tandingannya. Sebelum meninggalkan tempat itu, dia berkata, “Saya pergi ke
Madinah seorang diri. Siapa yang tidak saying pada nyawa, boleh coba
menghalangi perjalanan saya.”
“Saya baru
pulang ban bertemu Nabi Muhammad. Dia menyuruh saya memberitahukan berita
gembira kepada saudara sekalian. Khalid bin Walid sudah memeluk Islam. Nabi
menyuruh kita menganggapnya sebagai saudara. Segala kesalahannya kepada kita
selama ini harus dimaafkan.” Kata Umar dengan wajah yang berseri.
Khalid bin Walid
sudah menyertai 100 lebih peperangan dan memperoleh kemenagan dalam semua
kemenangan itu. Dia terus menjadi panglima perang sampai Khalifah Abu Bakar Ash-Shiddiq meninggal dunia. Ketika
Umar bin Khaththab menjadi Khalifah, jabatan Khalid bin Walid ditanggalkan dan
tempatnya digantikan oleh Abu Ubaidah bin Jarrahh.
Ketika
jabatannya digantikan, Khalid tidak menampakkan perubahan dan marah serta tidak
bersedih dengan keputusan Khalifah Umar. Bahkan, dia berkata, “Semua yang kita
miliki di dunia ini hanya sementara. Kita harus ikhlas karena semua yang
terjadi dengan izin Allah.” Subhanallah memang
pantas Nabi Muhammad menyebutnya Saifullah,
selain dia cerdiak dan berani dalam berperang tetapi dia mempunyai sifat
yang amat istimewa.
Perginya
Seorang Pahlawan, menyebabkan kesedihan yang sangat mendalam bagi yang para
sahabatnya. Ada satu keinginan yang tidak bisa dicapai oleh Si Pedang Allah, yaitu mati dalam
keadaan Syahid. Tetapi Allah berkehendak lain. Innalillahi wainna ilaihi raajiun, Khalid pun menghembuskan napas
terakhir bersama harapan yang tidak kesampaian. Ending yang menyedihkan.
Aku
Sudah menyertai lebih 100 peperangan. Aku terlihat secara langsugn dalam
peperangan besar seperti perang Muktah, berperang dengan Persia, melawan
tentara Romawi di Yarmuk, merebut Damaskus, menaklukan Mesir, dan menyelamatkan
Baitul Maqdis dari kekuasaan Kristen. Itulah kejayaan yang tidak dapat aku
lupakan karena Baitul Maqdis bebas dari Cengkraman mereka, (Khalid bin Walid).
Novel ini
memiliki nilai yang berharga bagi umat Islam di seluruh dunia. Penulis
tampaknya sangat memperhatikan unsur ekstrinsiknya. Dimulai dari kesetiaan
setiap umat muslim terhadap agamanya, mereka lebih memilih syahid daripada
harus menyerah kalah, dan kepatuhan mereka terhadap para Nabi serta
Khalifah-Khalifahnya.
Dari segi
keagamaan, novel ini sangat bagus untuk meningkatkan keimanan orang-orang
muslim di seluruh dunia, tetapi sayangnya, dari kualitas tulisan dan kertas yang digunakan dalam
penulisan novel ini kurang bermutu. Tintanya melebur dan kertas yang berwarna
buram menyebabkan pembaca sulit untuk
membaca novel ini secara saksama.
Membaca novel
ini seakan-akan membawa kita ke dunia peperangan yang nyata. Novel yang dipadu
dengan Cover yang menarik dan unik
setidak-tidaknya dapat menarik orang-orang untuk membacanya.